2.2.a.9. Koneksi Antar Materi

Pembelajaran Sosial dan Emosional

Oleh:
Mi'rojudin, S.Pd.
CGP dari SMP Negeri 2 Sragi
Kabupaten Lampung Selatan

Proses pembelajaran anak tidak tergantung pada aspek intelegensi atau kemampuan kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti aspek perkembangan emosi dan sosial. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh terhadap prilaku anak kepada dirinya, orang lain dan lngkungannya. Pada anak usia dini aspek sosial emosional ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran sosial emosional, dimana pembelajaran sosial emosional adalah proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal anak dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran sosial dan emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penenaman pendidikan karakter kepada anak usia dini. Ada 5 (lima) kompetensi kunci pengembangan dalam aspek sosial emosional anak; self-awareness (kesadaran diri), self-management (manajemen diri), social awareness (kesadaran sosial), responsible decosion making (pengambilan keputusan yang bertanggungjawab), dan relationship management (keterampilan hubungan). Kelima kompetensi ini pentng dikembangkan sejak usia dini untuk mengembangkan keempat aspek sosial emosional anak tersebut akan berimplikasi pada tertanamnya sifat-sifat baik/karakter-karakter unggul pada diri anak dalam dunia sosial. Metode-metode seperti bermain, modeling, story telling, drama dan lainnya tepat digunakan untuk mengembangkan keempat keteampilan tersebut.

Bapak Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari presentasi "Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan" Ki Hadjar Dewantara, Syahril, 2020):

"Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lajir. Pembelajaran batin bersumber pada "Tri Sakti", yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan. Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembeljaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijakan."

Pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidupanak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka. (Ki Hadjar Dewantara dalam Mustofa, 2011). Hal tersebut senada dengan kesadaran pemerintah akan peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dalam Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018 yang mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang mengacu pada kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning). Pembelajaran Sosial dan Emosional dalam modul 2.2 ini bertujuan untuk membantu pemahaman dan penerapan Guru dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkan pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan  emosional.


z

Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambillah langkah pertama” 

(Nadiem Makarim)


Kesadaran Penuh (Mindfulness) 


Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang dilakukan. 

Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menulis jurnal,  menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian.  Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan. 

Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.



Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)

Mari kita perhatikan Gambar 1. (Gambar tersebut diadaptasi dari Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese (dalam Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.

Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.


“Kebahagiaan adalah pada saat kita dapat menghargai apa yang ada di sini dan sekarang dan dapat membangun hubungan maupun kerja sama dengan orang lain atas dasar hormat dan saling menghargai” 

(Rusdy Rukmarata, Budayawan)

Comments

Popular posts from this blog

Siapa saja yang bisa ikut tes seleksi tahap 2 PPPK

Mengenal Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan

Aksi Nyata Modul 3.3.a.10. Aksi Nyata Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid