Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 

 Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Taabik pun.

Salam dan Bahagia

          Bertemu kembali dengan saya Mi'rojudin, S.Pd. Calon Guru Penggerak Angkatan-3 Kelas 96-E2 dari SMP Negeri 2 Sragi Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung dengan Fasilitator Ibu Wiwi Parluki dan Pengajar Praktik Ibu Nancy Foedzita Rasyid Siregar, M.Pd. dan saya sekaligus sebagai pemilik dan penulis di blog Kilas Pendidikan ini.

       Pada kesempatan ini saya akan mencoba membuat refleksi dari apa yang telah saya dan rekan-rekan calon guru penggerak lainnya pelajari pada kegiatan Pendidikan Guru Penggerak ini dalam bentuk artikel sekaligus sebagai tugas pada Modul 1.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan harapan bisa menjadikan diri saya terutama menjadi lebih ingin tahu tentang pendidikan guru penggerak ini, selain itu mudah-mudahan dapat memotivasi rekan-rekan guru yang lain dalam melaksanakan pengajaran kedepan.

    Pada refleksi sebelumnya saya sudah kemukakan terkait dengan pemahaman konsep-konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara berdasarkan materi yang telah saya pelajari pada modul-modul sebelumnya. Setelah saya mempelajari materi pada Modul 1.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini saya merasa bahwa terlalu banyak pelaksanaan pembelajaran yang telah saya terapkan yang belum pada penerapan yang diharapkan yaitu pembelajaran yang merdeka (Merdeka Belajar) sesuai dengan yang telah diterapkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada sekolah Taman Siswa yang meliputi aspek-aspek yang sangat baik, sebagaimana Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia saat ini menerapkan konsep-konsep pendidikan yang sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, salah satu pernyataannya terkait Merdeka Belajar beliau mengatakan bahwa Merdeka Belajar merupakan slogan Sekolah Cikal yang dipinjam sebagai program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) Nadiem Anwar Makarim bahwa esensi kemerdekaan berpikir, menurutnya harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Beliau menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi. Selanjutnya sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena peserta didik dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

        Yang saya lihat dari pernyataan bapak menteri tersebut sepenuhnya merupakan adopsi dari sistem atau konsep pendidikan yang sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah saya pelajari sampai dengan (modul 1.1.a.9.) ini. Kaitannya dengan merdeka belajar yang dicanangkan pemerintah saat ini dengan apa yang dikemukan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu; Merdeka Belajar itu tidak bebas atau benar-benar lepas, namun tetap dibatasi oleh yang namanya swa disiplin, merdeka namun tidak boleh melanggar kemerdekaan orang lain, melanggar kemerdekaan kelompok lain. Dalam pelaksanaannya di sekolah (Taman Siswa) Ki Hadjar Dewantara menerapkan beberapa konsep dan asas, salah satunya yang populer adalah asas trikon. Teori TRIKON ditemukan oleh Ki Hadjar Dewantara untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Nasional Indonesia.



Asas Trikon (Ki Hadjar Dewantara) untuk Mengembangkan Sistem Pendidikan

        Pendidikan adalah suatu proses yang tidak diam. Ia harus terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi zaman, dan juga kondisi peserta didik. Jangan bayangkan sistem pendidikan sebagai sebuah sistem besar yang hanya dapat dipikirkan dan diurusi oleh para pakar dan penentu kebijakan di pusat. Sekolah atau bahkan kelas juga merupakan suatu sistem pendidikan dengan ruang lingkup yang kecil. Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing, sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain tidak benar-benar sama.

        Bagaimana cara untuk mengembangkan sekolah atau bahkan proses pendidikan di ruang kelas secara efektif? Ada asas yang dikenalkan oleh bapak pendidikan kita untuk melakukannya. Asas tersebut dinamankan dengan asas trikon karena terdiri atas tiga asas yang berawalan “kon” yaitu kontinyu, konvergen dan konsentris. Dalam artikel ini kita akan membahas ketiga asas tersebut,

  1. Kontinyu. Artinya pengembangan yang dilakukan harus berkesinambungan, dilakukan secara terus-menerus dengan perencanaan yang baik. Suatu kondisi yang baik tidak mungkin dapat dicapai dalam sekali waktu seperti sebuah sulap. Tahap demi tahap pengembangan dilakukan dengan rencana yang matang. Dengan perencanaan tersebut maka suatu tahap dilanjutkan oleh tahap berikutnya dengan melalui evaluasi dan perbaikan yang tepat. Pengembangan yang sifatnya tiba-tiba untuk kemudian hilang semangat di waktu-waktu setelahnya tidk akan menghasilkan perubahan berarti di jangka panjang.
  2. Konvergen. Artinya pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri. Seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar ketika mempelajari berbagai praktik pendidikan dunia misalnya Maria Montessori, Froebel dan Rabindranath Tagore. Praktik-praktik tesebut dapat kita pelajari untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan yang kita miliki sendiri. Saat ini teknologi informasi telah sedemikian canggih sehingga guru atau kepala sekolah dapat mempelajari berbagai kemajuan pendidikan dari mana saja dan kapan saja.
  3. Konsentris. Artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya. Pendidikan yang menggunakan teori dan dasar kebudayaan bangsa lain (walaupun bangsa yang maju) secara langsung tanpa mengkaji ulang, menyesuaikan dan mengevaluasinya tidak akan menghasilkan kemajuan.

    Banyak pengembangan yang kita lakukan mengabaikan asas trikon di atas. Sebagai contoh kurangnya kesinambungan perubahan yang dilakukan dari satu masa ke masa lain seiring dengan pergantian penguasa. Demikian pula sering kita mengadopsi teori secara langsung tanpa melakukan penyesuaian yang tepat sehingga upaya pengembangan yang dilakukan menjadi sia-sia.

    Teori TRIKON ini dapat diterapkan dalam segala unsur kebudayaan, baik yang berapa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (IMTAQ), etika susila, estetika dan seni, maupun daiam keterampilan hidup (life skill).Melalui penggunaan teori TRIKON dimaksudkan agar dalam upaya mewujudkan masyarakat tertib damai dan mewujudkan hidup yang salam bahagia bangsa Indonesia dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, serta dapat maju modern yang tetap di atas kepribadian Pancasila.

        Sebelum saya mempelajari modul 1.1 ini, saya memiliki keyakinan terhadap setiap peserta didik saya bahwa mereka berangkat dari rumah ke sekolah itu mereka sangat membutuhkan yang namanya ilmu pengetahuan dan bahkan tentang kemajuan teknologi, agar mereka bisa menjadi manusia yang berdaya saing baik dimasyarakat kelak dengan membedah buku atau materi yang telah disediakan oleh sekolah dalam hal ini pemerintah. Berkaitan dengan mata pelajaran yang saya ampu yakni Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjas, Orkes) bahwa saya lebih pada harus mempersiapkan setiap peserta didik saya menjadi manusia yang cakap dan terampil akan jenis-jenis keterampilan olahraga guna menjadi manusia yang sehat.

        Setelah mempelajari modul 1.1 ini saya menyadari bahwa setiap peserta didik itu memiliki kodratnya masing-masing, maka mereka semestinya di bimbing dalam pematangan kodrat-kodratnya tersebut melalui pembelajaran yang menyenangkan bagi mereka dengan salah satu yang utamanya ialah bahwa mereka memiliki kodrat usia bermain yang dapat juga dimaknai dengan Merdeka Belajar, yang telah saya sampaikan sebelumnya bahwa "Merdeka Belajar itu tidak bebas atau benar-benar lepas, namun tetap dibatasi oleh yang namanya swa disiplin, merdeka namun tidak boleh melanggar kemerdekaan orang lain, melanggar kemerdekaan kelompok lain".

        Selanjutnya saya akan sangat berusaha untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tentang apa yang saya dapatkan pada materi modul 1.1 ini di sekolah tempat saya mengajar. Tentunya jika kita melihat dari cerminan pemikiran Ki Hadjar Dewantara diantaranya tentang beliau memandang pendidikan itu harus kondusif diantara ketiga unsur (tri pusat) yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah itu sendiri, serta lingkungan masyarakat atau tempat peserta didik mengembangkan aspek sosialnya merupakan sebuah tantangan besar bagi kami (saya dan sekolah) dalam melaksanakan pendidikan atau pembelajaran yang diharapkan mengingat kedua unsur lainnya tersebut dirasakan sangat besar pengaruh negatifnya, dengan demikian kedepan saya akan mendorong diri saya dan lingkungan sekolah agar lebih intensif membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam memilih dan memilah segala proses pendidikan (pembelajarannya) dengan salah satunya melibatkan pihak orang tua atau lingkungan keluarga termasuk jika diperlukan dengan proses edukasi terbimbing dan terarah.

        Pamong atau guru sudah seharusnya selain "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, juga dalam pelaksanaan pembelajarannya harus Tut Wuri Handayani"; mendorong peserta didik untuk dapat berkembang bakatnya, berkembang minatnya, membuat peserta didik aktif bahkan kritis. In sha Allah kedepan saya akan berusaha menerapkan pembelajaran yang Holistic, yang dapat mengembangkan Cipta, Rasa, dan Karsa peserta didik Indonesia, memanusiakan manusia Indonesia.

        Sudah seharusnya kita sebagai anak bangsa bersyukur terhadap Allah SWT atas karunia yang tak terhingga yang telah diberikan terhadap negeri ini, diantaranya telah dilahirkannya seorang tokoh pendidikan yang pemikiran-pemikirannya merupakan pemikiran yang sangat luar biasa, tak lekang oleh waktu dan dapat diterapkan sampai kapanpun yang sesuai dengan budaya negeri kita yang tercinta ini. Terimakasih Bapak Pendidikanku berkat engkau kami tahu, berkat engkau bangsa ini tetap teguh, berkat engkau bangsa ini tetap memiliki harapan. 

     Diakhir kata saya jika diperkenankan, atas rasa bangga saya terhadap Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan dan tentunya tanpa ingin disetarakan dengan beliau, ingin rasanya saya mendapatkan panggilan Ki Mi'rojudin. 

Lebih dan kurangnya saya mohon maaf dan semoga artikel ini dapat bermanfaat.

Akhirukalam Billahitaufik Wal Hidayah.

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

"Merdeka Belajar, Guru Penggerak"

Salam Guru Penggerak, tetap semangat.


't.





Mi'rojudin, S.Pd.


Youtube

Facebook

Instagram

twitter (@miro_judin)








Comments

Popular posts from this blog

Siapa saja yang bisa ikut tes seleksi tahap 2 PPPK

Mengenal Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan

Aksi Nyata Modul 3.3.a.10. Aksi Nyata Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid